Gesyca Rikhaflina, S.I.Kom | 20 Juli 2023 12:07:51 WIB | 473 kali dilihat.


Program Inovasi RIHANNA RS Jiwa Prof. HB. Saanin Padang , Efektif Tingkatkan Angka Kesembuhan dan Menurunkan Angka Relaps Klien NAPZA


Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) merupakan zat-zat yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan menyebabkan perubahan kesadaran, perilaku, dan kesehatan. Penyalahgunaan NAPZA dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu, keluarga, masyarakat, dan negara, baik dari segi fisik, psikologis, sosial, ekonomi, maupun hukum.

Pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan NAPZA merupakan kelompok yang rentan dan membutuhkan bantuan medis, intervensi psikososial, dan informasi yang diperlukan untuk meminimalisasi risiko yang dihadapinya.

 

Hal itu ditegaskan Plt.Kabid Pelayanan RS Jiwa Prof. HB. Saanin Padang yang juga sebagai penanggung jawab program inovasi  

RIHANNA (DIARI SEHAT TANPA NAPZA) kepada wartawan baru - baru ini.

 

Melalui program ini, pasien berhak mendapatkan pelayanan kesehatan rehabilitasi NAPZA yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi fisik, mental, sosial, dan spiritual mereka.

Pelayanan kesehatan rehabilitasi NAPZA dapat dilakukan di berbagai jenis fasilitas kesehatan, seperti pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), rumah sakit (RS), atau lembaga rehabilitasi. Pelayanan kesehatan rehabilitasi NAPZA meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan rehabilitasi NAPZA diatur oleh berbagai peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, penyelenggara layanan rehabilitasi NAPZA, dan pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan NAPZA itu sendiri.

 

Disebutkannya, berikut adalah beberapa dasar hukum untuk pelayanan Kesehatan untuk penyalahguna narkotika:

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang mengatur tentang hak pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkotika untuk mendapatkan bantuan medis, intervensi psikososial, dan informasi yang diperlukan untuk meminimalisasi risiko yang dihadapinya, serta kewajiban mereka untuk menjalani rehabilitasi medis yang didahului dengan proses wajib lapor.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan wajib lapor pecandu narkotika, termasuk kriteria, persyaratan, dan prosedur penunjukan IPWL.

 

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Institusi Penerima Wajib Lapor, yang mengatur tentang penyelenggaraan IPWL sebagai acuan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, IPWL, dan pecandu narkotika yang datang secara sukarela, dalam proses penyidikan, penuntutan, persidangan, maupun penetapan/putusan pengadilan.

 

PERMASALAHAN MAKRO

Berikut adalah beberapa permasalahan makro yang ada pada penyalahguna narkoba: Penyalahgunaan narkoba dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu, keluarga, masyarakat, dan negara, baik dari segi fisik, psikologis, sosial, ekonomi, maupun hukum. Penyalahgunaan narkoba dapat merusak organ tubuh, seperti jantung, lever, ginjal, dll, yang diakibatkan oleh penggunaan obat-obatan dengan dosis tinggi dalam jangka waktu lama; serta menularan penyakit berbahaya akibat penggunaan jarum suntik tidak steril secara bersama-sama (HIV/AIDS dan Hepatitis C).

 

 

Penyalahgunaan narkoba dapat mengancam kerukunan umat beragama dan kedaulatan bangsa Indonesia, karena narkoba dapat merusak moral dan akhlak penganutnya.

Penyalahgunaan narkoba mengalami peningkatan setiap tahun dan sudah mencakup semua lapisan masyarakat dan wilayah. Hasil survei penyalahgunaan narkoba pada 2019 oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama LIPI menunjukkan, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba mencapai 1,80 persen atau sekitar 3.419.188 jiwa.

 

PERMASALAHAN MIKRO

Berikut adalah beberapa permasalahan mIkro yang ada pada penyalahguna narkoba: Penyalahguna narkoba mengalami gangguan kesehatan jiwa, seperti depresi, kecemasan, psikosis, halusinasi, delusi, dan paranoia. Penyalahguna narkoba mengalami ketergantungan fisik dan psikologis terhadap narkoba, sehingga sulit untuk berhenti atau mengurangi pemakaian.

 

Penyalahguna narkoba mengalami penurunan kualitas hidup, seperti rendahnya prestasi akademik atau kerja, konflik dengan keluarga atau teman, masalah hukum, kehilangan pekerjaan atau pendapatan, dan isolasi sosial.

Penyalahguna narkoba mengalami peningkatan risiko terlibat dalam perilaku berbahaya, seperti seks bebas, kekerasan, kriminalitas, dan bunuh diri.

 

Penyalahguna narkoba mengalami kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan rehabilitasi narkoba, karena kurangnya informasi, stigma, biaya, jarak, atau ketersediaan fasilitas

 

ISU STRATEGIS

Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif (NAPZA) bukan hanya menjadi masalah kesehatan di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Menurut data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Sekitar 275 juta orang menggunakan narkoba di seluruh dunia pada tahun 2020, sementara lebih dari 36 juta orang menderita gangguan penggunaan narkoba, menurut Laporan Narkoba Dunia 2021. Selain itu, terdapat sekitar 585.000 kematian akibat penggunaan narkotika di seluruh dunia pada tahun 2017.

 

Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) yang cukup tinggi. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI, prevalensi penyalahgunaan NAPZA pada usia 10 tahun ke atas mencapai 1,05% atau sekitar 2,7 juta orang di Indonesia. Menurut data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), pada tahun 2020 terdapat sekitar 4,2 juta pengguna NAPZA di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar 25% di antaranya adalah remaja dan 30% merupakan pengguna narkoba berat. 

Di Sumatera Barat, penyalahgunaan NAPZA juga menjadi masalah yang cukup besar. Menurut data dari BNN Provinsi Sumatera Barat, pada tahun 2020 terdapat sekitar 10.000 pengguna NAPZA di Sumatera Barat. Dari jumlah tersebut, sekitar 15% di antaranya adalah remaja dan sebagian besar merupakan pengguna narkoba jenis sabu-sabu.

 

METODE PEMBAHARUAN

KONDISI SEBELUM ADANYA INOVASI :

Keadaan sebelum adanya inovasi buku rihanna adalah didapatkan bahwa klien yang datang ke pelayanan poli rawat jalan NAPZA RS Jiwa Prof. HB. Saanin Padang Sebagian besar belum memahami tentang napza dan bahayanya bagi Kesehatan.

 

Tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang Napza kurang. Keluarga kurang mengetahui apa-apa saja yang harus diperhatikan oleh keluarga dalam merawat klien di rumah. Klien saat dirumah dalam keadaan yang kurang terkontrol kegiatannya, sehingga niat pasien untuk sembuh menjadi rendah dam relaps. Dari data Laporan Poli Rehabilitasi NAPZA Rawat Jalan tahun 2021, total kunjungan yaitu sebanyak 151 klien. Pada Tahun 2022 angka kunjungan klien rehabilitasi NAPZA rawat jalan meningkat yakni  total kunjungan 172 klien. Terdapat peningkatan kunjungan rawat jalan di Poli NAPZA dari tahu 2021 ke 2022. Ini memberikan petunjuk bahwa setiap tahun jumlah orang yang menyalahgunakan NAPZA makin meningkat

 

KONDISI SETELAH ADANYA INOVASI :

RIHANNA ini telah diberikan pada pasien dan keluarga yang berkunjung di poli rehabilitasi NAPZA rawat jalan dan diberikan penjelasan tentang penggunaan buku tersebut. Hal ini telah dilakukan mulai bulan Februari tahun 2023. Buku tersebut harus dibawa kembali saat melakukan kunjungan ulang. Saat melakukan kunjungan ulang beberapa keluarga yang merawat klien NAPZA di rumah menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan dan kepercayaan diri dalam merawat klien. Dengan adanya daftar ceklis kegiatan pada buku RIHANNA yang menjadi panduan perawatan di rumah keluarga merasa sangat terbantu.

 

Pada Tahun 2023 buku RIHANNA mulai diberikan pada klien poli rehabilitasi NAPZA rawat jalan mulai pada bulan Februari 2023. Dari data laporan poli rehabilitasi NAPZA rawat jalan didapatkan data bahwa angka kunjungan poli rehabilitasi NAPZA sampai bulan April ada 53 kunjungan. Dengan adanya buku RIHANNA diharapkan bisa efektif dalam meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka relaps klien NAPZA dan membantu keluarga dalam merawat klien NAPZA di rumah, serta meningkatkan kualitas perawatan dan pengelolaan klien.

 

KEUNGGULAN KEBAHARUAN

Buku RIHANNA yang berisi ceklis kegiatan bagi penyalahguna NAPZA dirumah merupakan salah satu inovasi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Buku ceklis ini berisi daftar kegiatan yang harus dilakukan oleh penyalahguna NAPZA di rumah selama menjalani masa rehabilitasi rawat jalan. Dalam buku ceklis ini terdapat beberapa keunggulan, antara lain:

Memudahkan keluarga dan penyalahguna NAPZA bersama-sama dalam memantau perkembangan residen selama masa rehabilitasi dirumah.

Membantu petugas rehabilitasi dalam memantau perkembangan penyalahguna NAPZA dirumah karena buku rihanna harus dibawa setiap kontrol ulang.

Meningkatkan efektivitas program rehabilitasi rawat jalan.

 

 

CARA KERJA INOVASI

Bentuk inovasi Buku RIHANNA “Diari Sehat Tanpa NAPZA : Edukasi Dan Ceklist Untuk Kesehatan Dirumah” berupa media cetak berbentuk buku yang dapat diberikan kepada keluarga. Buku RIHANNA tersebut berisi tentang edukasi kesehatan mengenai NAPZA dan bagaimana merawat klien NAPZA di rumah, dan juga berisi ceklist kegiatan harian yang harus diisi oleh penanggung jawab klien NAPZA yang masih menjalani rehabilitasi rawat  jalan. Buku RIHANNA ini akan dipegang oleh keluarga yang merupakan penanggung jawab dari klien NAPZA tersebut. Buku ini harus diisi setiap hari oleh penanggung jawab klien NAPZA agar dapat membantu pemantauan kegiatan klien dirumah secara teratur. Buku RIHANNA tersebut juga harus dibawa setiap klien melaksanakan kontrol ulangan ke poli rehabilitasi NAPZA. Hal ini akan mempermudah petugas untuk mendapatkan gambaran kegiatan klien di rumah saat rehabilitasi rawat jalan dilaksanakan.


Share Berita :